Hubungan Al-Qur’an Dan Hadis
HUBUNGAN AL-QUR’AN DAN HADITS
Makalah
Mata Kuliah Hubungan al-Qur’an dan Hadits
Dosen
Pembimbing
Dr. Aswadi,
M. A
UIN SUNAN
GUNUNG DJATI BANDUNG
FAKULTAS
SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN
TEKNIK ELEKTRO
PROGRAM
STUDI AGAMA ISLAM
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis. Dalam
penulisan makalah ini penulis banyak menghadapi kesulitan dan hambatan tetapi
berkat dukungan dari rekan-rekan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis sehingga penulisan makalah ini dapat
diselesaikan. Semoga
makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya. Walaupun makalah ini
telah selesai tetapi masih banyak kekurangan yang disebabkan adanya
keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis, oleh karena itu kritik dan
saran yang mengarah kepada perbaikan isi makalah ini sangat penulis harapkan.
Bandung, 29 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL …………………….....................……………………............…................i
KATA
PENGANTAR ……………………...................…………………….................………….. ii
DAFTAR ISI
………………………………...................…….………………................…...........iii
BAB I :
PENDAHULUAN……………………………….................……...............……....1
BAB II
: HUBUNGAN HADIS DAN
AL-QUR’AN……………….…........…......……....2
1. Tinjauan Tentang
Al-Qur’an……………………………............................................3
1.1 Pengertian
al-Qur’an…………………....................................................................3
1.2 Pokok Ajaran Dalam Isi Kandungan Al
Quran..................................................3
1.3 Fungsi
Al-Qur’an...............................................................................................3
1.4 Kedudukan Al
Qur’an.......................................................................................4
2. Tinjauan Tentang
Hadits..................................................................................4
1.1 Pengertian
Hadis..............................................................................................4
1.2 Macam-Macam
Hadits.....................................................................................
5
3. Hubungan Hadis dengan al-Qur’an...................................................................5
1.1 Perbandingan hadis dan
al-Qur’an....................................................................6
1.2 Kedudukan
hadis...............................................................................................6
BAB III
:
PENUTUP................................................................................................12
1. Kesimpulan.......................................................................................................12
2. Saran.................................................................................................................12
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Alquran dan
Hadis adalah rujukan pokok dalam agama Islam. Keduanya tidak dapat dipisahkan.
Alquran sebagai rujukan pertama berisikan petunjuk dan prinsip-prinsip yang
bersifat umum dan universal yang perlu diterangkan lebih lanjut. Maka Hadislah
sebagai sumber dan rujukan kedua untuk menjelaskan Alquran. Karena pada
dasarnya, hanya dengan Hadislah kita dapat menafsirkan ayat-ayat Alquran dengan
baik dan benar. Oleh sebab itu, maka
Hadis sangat penting dikaji karena kedudukan dan fungsi sebagai pensyarah bagi
Alquran, terutama bagi ayat-ayat yang bersifat mujmal, memberikan taqyid bagi
ayat-ayat yang mutlaq, memberikan tahkim bagi ayat-ayat yang ‘amm, serta
menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.
Pada
dasarnya Alquran sebagai mukjizat Muhammad s.a.w adalah kitab yang sempurna.
Namun, ada ayat-ayat tertentu yang harus dijelaskan secara rinci baik makna,
hukum yang terkandung di dalam, atau cara melakukannya dan lain-lain. Dan
inilah peran yang diambil Rasul s.a.w melalui sunnah-sunnahnya. Hadis memiliki
peranan penting sebagai salah satu sumber hukum Islam, adapun fungsinya untuk
memperkuat isi kandungan Alquran, untuk memperjelas makna kandungan Alquran
yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, untuk membatasi
keumuman ayat Alquran sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian tertentu, dan
untuk menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam Alquran. Semua fungsi di
atas menempatkan kedudukan hadis sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
sumber hukum Islam, karena itulah tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk
meninggalkan salah satunya atau hanya mengamalkan satu saja dari kedua sumber
hukum tersebut.
Seluruh umat
islam, tanpa terkecuali, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber
ajaran islam. Ia menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Qur’an.
Kewajiban mengikuti hadis bagi umat islam sama wajibnya dengan mengikuti
Al-Qur’an. Oleh karena itu yang melatar belakangi penulisan Makalah ini ialah
adalah hubungan hadis yang telah disepakati sebagai salah satu sumber ajaran
Islam dengan Al-Qur’an?
Makalah ini
sengaja kami tulis dengan sesederhana mungkin, dengan tujuan untuk dipresentasikan
pada mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadis yang telah ditugaskan kepada penulis
dan untuk menambah wawasan keilmuan untuk penulis khususnya serta kepada
pembaca pada umumnya. Karena tanpa memahami dan menguasai hadis, siapa pun
tidak akan bisa memahami Al-Qur’an. Sebaliknya, siapapun tidak akan memahami
hadis tanpa memahami Al-Qur’an karena Al-Qur’an merupakan dasar hukum pertama,
yang didalamnya berisi garis besar syari’at, dan hadis merupakan dasar hukum
kedua, yang didalam nya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Qur’an. Dengan
demikian antara hadis dan Al-Qur’an memiliki kaitan yang sangat erat, yang satu
sama lain tidak bisa dipisah-pisahkan atau berjalan sendiri.
2. Rumusan Masalah
Adapun yang
akan dibahas serta menjadi rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hadits?
2. APYSksud dengan Al-Qur’an?
3. Bagaimana Hubungan hadits dan
alqur’an?
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan
penulisan yang ingin dicapai penulis dalam makalah ini adalah penulis ingin
mengetahui tentang hubungan hubungan hadits dan alqur’an yang nantinya semoga
dapat bermanfaat bagi semua pembaca agar nantinya pembaca mengerti seperti apa
hubungan hadits dan alqur’an.
4. Metodologi Penelitian
Penulisan
makalah ini memerlukan suatu metode penulisan yang sistematis guna menggali
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga dapat
dihasilkan penulisan yang mendekati kebenaran yang sesungguhnya. Metode yang
digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode dokumenter. Dimana sumber
data dalam makalah ini berasal dari sumber data sekunder yang diperoleh secara
tidak langsung dari berbagai dokumen berupa buku dan sumber informasi lain.
BAB II
KAJIAN MATERI
1. Tinjauan Tentang Al-Qur’an
1.1 Pengertian Al-quran
Al-Quran
adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
dengan perantara melalui malaikat jibril sebagai pedoman serta petunjuk seluruh
umat manusia semua masa, bangsa dan lokasi. Alquran adalah kitab Allah SWT yang
terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para
rasul. Hal ini juga senada dengan pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an kalam atau wahyu Allah yang
diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril sebagai pengantar wahyu yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW di gua hiro pada tanggal 17 ramadhan
ketika Nabi Muhammad berusia 41 tahun yaitu surat al-Alaq ayat 1 sampai ayat 5.
Sedangkan terakhir al-Qur'an turun yakni pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10
Hijriah yakni surah al-Ma’idah ayat 3.
1.2 Pkok Ajaran Dalam Isi Kandungan Al
Quran
1. Tauhid – Keimanan terhadap Allah SWT
2. Ibadah – Pengabdian terhadap Allah
SWT
3. Akhlak – Sikap & perilaku
terhadap Allah SWT, sesama manusia dan makhluk lain
4. Hukum – Mengatur manusia
5. Hubungan Masyarakat – Mengatur tata
cara kehidupan manusia
6. Janji Dan Ancaman – Reward dan
punishment bagi manusia
7. Sejarah – Teledan dari kejadian di
masa lampau
1.3 Fungsi Al-Qur’an
1. Pengganti kedudukan kitab suci
sebelumnya yang pernah diturunkan Allah SWT
2. Tuntunan serta hukum untuk menempuh
kehidupan
3. Menjelaskan masalah-masalah yang
pernah diperselisihkan oleh umat terdahulu
4. Sebagai Obat
5. Petunjuk pada jalan yang lurus
1.4 Kedudukan Al Qur’an
1. Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan
Kabar).
2. Kitabul Hukmi wa syariat (Kitab
Hukum Syariah).
3. Kitabul Jihad.
4. Kitabul Tarbiyah.
5. Minhajul Hayah (Pedoman Hidup) .
6. Kitabul Ilmi.
2. Tinjauan Tentang Hadits
1.1 Pengertian Hadits
Menurut
bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita,
yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak
lama lagi terjadi.
Menurut ahli
hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal
tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun
ketetapannya.” Al-hadits
didefinisikan oleh ulama pada umumnya seperti definisi Al-sunnah sebagai
“segala sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad SAW baik ucapan,
perbuatan dan taqrir (ketetapan), maupun sifat fisik dan psikis, baik sebelum
beliau menjadi nabi maupun sesudahnya.” Ulama ushul fiqh, membatasi pengertian
hadits hanya pada “ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW. Yang berkaitan dengan
hukum” sedangkan bila mencangkup perbuatan dan taqrir beliau yang berkaitan
dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai Al-Sunnah.
1.2 Macam-Macam Hadits
Tingkatan
dan Jenis Hadits
1. Hadits Shohih
(Sah/benar/sehat),yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits.
Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung.
b. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg
adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
c. Matannya tidak mengandung
kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak
nyata yg mencacatkan hadits .
2. Hadits Hasan (Bagus/Baik), bila
hadits yg tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun
tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
3. Hadits Dho’if (Lemah), ialah hadits
yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas,
munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak
kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
3. Hubungan Hadis dengan Al-Qur’an
Al-Qur’an
dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber dan hukum-hukum dan ajaran islam,
antara satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu
kesatuan. Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat
ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadis,
sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi
Al-Qur’an tersebut. Allah SWT
menurunkan Al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini dapat dipahami oleh
manusia, maka Rasulallah SAW. diperintahkan untuk menjelaskan kandungan dan
cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melaluai hadis-hadisnya.
Dimasa
Rasulallah SAW. masih hidup, para sahabat mengambil hukum-hukum Islam (syariat)
dari al-Qur’an yang mereka terima dan dijelaskan oleh Rasulallah SAW.Dalam
hubungan dengan Al-Qur’an, hadis berfungsi sebagai penafsir, pensyarah, dan
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut.
1.1 Perbandingan Hadits Dengan Al-Qur’an
1. Persamaannya
Sebagaimana
yang telah dijelaskan dimuka bahwa Hadits dan Al-Qur’an adalah sama-sama sumber
ajaran islam, dan bahkan pada hakikatnya keduanya adalah sama-sama wahyu dari
Allah SWT.
2. Perbedaannya
Meskipun
Hadits dan Al-Qur’an adalah sama-sama sumber ajaran islam dan dipandang sebagai
wahyu yang berasal dari Allah SWT, keduanya tidaklah persis sama, melainkan
terdapat beberapa perbedaan diantara keduanya. Untuk mengetahui perbedannya
perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian dan karakteristik dari Al-Qur’an,
sebagaimana halnya dengan Hadits, seperti yang telah dijelaskan.
Kata
Al-Qur’an dalam bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata qara’a, yang berarti
“bacaan” (al qira’ah). Di dalam QS Al-Qiyamah [75]: 17 disebutkan:
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ
وَقُرْآَنَه
“sesungguhnya
atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya.”
Selanjutnya,
kata Qur’an secara umum lebih dikenal sebagai nama dari sekumpulan tertentu
dari kalam Allah SWT yang selalu dibaca hamba-Nya.
1.2 Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran
Islam
Seluruh umat
Islam, telah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Ia
menempati kedudukan kedua setelah Alquran. Keharusan mengikuti hadis bagi umat
Islam baik berupa perintah maupun
larangannya sama halnya dengan kewajiban mengikuti Alquran.
Hal ini
didasari karena Alquran merupakan dasar hukum pertama, yang di dalamnya berisi
garis besar syari’at Islam dan keberadaan hadis semakin menyempurnakan
kandungan makna ayat dan memperjelas suatu hukum. Maka dengan
demikian, terdapat hubungan yang sangat erat antara hadis dengan Alquran. Dan
sebagai pedoman atau pegangan hidup manusia, dalam pelaksanaannya kedua sumber hukum ini tidak dapat di
pisah-pisahkan atau seseorang tidak boleh mengamalkan hanya salah satu dari
keduanya.
Para ulama
sepakat bahwa Hadis merupakan sumber kedua ajaran agama Islam setelah
Alquran. Pendapat ini sepertinya
didasarkan atas firman Allah swt.:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ
كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا(59)
Hai
orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS an-Nisa’: 59).
Ditinjau
dari segi wurud dan tsubutnya, Alquran bersifat qath’i, sedangkan Hadis,
kecuali yang mutawatir adalah bersifat dzhanni. Berdasarkan hal tersebut, maka
Alquran didahulukan dari Hadis. Selain itu,
untuk lebih rinci, ada beberapa alasan yang melatari pendahuluan Alquran dalam
sumber ajaran agama dari Hadis. Beberapa alasan tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Hadis berfungsi sebagai penjelas
bagi Alquran, dari itu tentu saja yang dijelaskan lebih diutamakan daripada
penjelas tersebut.
2. Para sahabat, bila menemukan
masalah, maka mereka akan merujuk kepada Alquran terlebih dahulu, bila tidak
ditemukan barulah mereka merujuk kepada Hadis.\
3. Hadis tentang Mu’adz yang secara
terang menyatakan keutamaan kedudukan Alquran atas Hadis.
Berikut
dikemukakan beberapa dalil yang menjelaskan tentang kedudukan hadis sebagai
sumber hukum :
1. Dalil Al-qur’an
Banyak sekali
ayat-ayat Alquran yang berisikan perintah ta’at kepada Rasul dan mengikuti
sunnahnya, alah satu di antaranya
terdapat dalam surah Ali Imran ayat 32, sebagai berikut :
قل اطيعوا
الله والرّسول فإن تولّوّا
فإنّ الله لايحبّ الكافرين
“Katakanlah
: Ta’atilah Allah dan rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang kafir.
Ayat
tersebut menunjukkan bahwa taat kepada Allah berarti melaksanakan
perintah-perintah al-Qur’an dan menjauhkan larangan-Nya. Sedang taat kepada
Rasul berarti taat kepada perintah dan menjauhkan larangannya yang disebutkan
dalam sunnah dan Alquran. Perintah kembali kepada Allah berarti kembali kepada
Alquran sedang kembali kepada rasul berarti kembali kepada sunnah baik ketika
masih hidup maupun setelah wafatnya.
2. Dalil Hadits
Kedudukan
hadis sebagai sumber hukum dapat ditemukan melalui hadis-hadis Nabi. Dan dalam
salah satu hadisnya mengandung pesan yang berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadis sebagai pedoman hidup setelah Alquran.
Hadis di
atas memberikan gambaran tentang kedudukan hadis dan merupakan pegangan hukum
kepada umat Islam bahwa seorang muslim harus berpegang teguh pada keduanya
dengan melaksanakan perintah yang terdapat dalam Alquran dan sunnah dan semua
menjauhi larangannya, agar manusia tidak tersesat dalam menjalani kehidupan di
dunia dan di akhirat.
Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
Apabila disimpulkan tentang fungsi hadis dalam hubungan dengan Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Bayan Taqrir
Bayan
at-taqrir atau disebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang
dimaksud dengan bayan ini adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah
diterangkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadis ini hanya memperkokoh isi kandungan
Al-Qur’an.
Suatu contoh
hadis yang diriwayatkan Muslim Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
فَإِذَا رَأَيْتُمُ الْهِـلاَلَ
فَصُمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَـأَفْطِرُوْا
(رواه مسلم)
Apabila
kalian melihat (ru’yah) bulan, maka puasalah, juga apabila melihat (ra’yu) itu
maka berbukalah. (HR. Muslim)
Contoh lain,
hadis riwayat dari Abu Hurairah, yang berbunyi sebagai berikut:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم:
لاَ تَقْبَلُ صَلاَةَ
مَنْ أَحْدَثَ حَتَّ يَتَوَضَّأَ
(رواه
البخارى)
Rasulallah
SAW. telah bersabda: tidak diterima shalat seseorang yang berhadas sebelum ia
berwudhu. (HR. Bukhari)
2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud dengan bayan
at-tafsir adalah bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberikan rincian dan
tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal),
memberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat
mutlak, dan mengkhususkan (takhsish) terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat
umum.
Diantara contoh bayan at-tafsir
mujmal adalah seperti hadis yang menerangkan ke-mujmalan-an ayat-ayat tentang
perintah Allah SWT. untuk mengerjakan sholat, puasa, zakat, dan haji. Ayat-ayat
Al-Qur’an yang menjelaskan tentang masalah ibadah tersebut masih bersifat
global atau secara garis besarnya saja. Contohnya, kita diperintahkan shalat,
namun Al-Qur’an tidak menjelaskan bagaimana cara shalat, tidak menerangkan
rukun-rukunnya dan kapan waktu pelaksanaannya. Semua ayat tentang kewajiban
shalat tersebut dijelaskan oleh Nabi SAW. dengan sabdanya,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُنِي
أُصَلِّي (رواه
البخارى)
Shalatlah
sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR. Bukhari)
Sebagaimana
hadis tersebut, Rasulallah memberikan tata cara shalat yang sempurna. Bukan
hanya itu, beliau melengkapi dengan berbagai kegiatan yang dapat menambah
pahala ibadah shalat.
Hadis ini
menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Contoh lain, hadis Rasulallah yang
men-taqyid ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutlaq, antara lain hadis.
لاَتَقْطَعْ يَدُ السَّارِقِ إِلاَّ
فِي رُبْعِ دِيْنَارٍ
فَصَعِدًا
Tangan
pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai) seperempat
dinar atau lebih. (HR. Mutafaq’alaih menurut lafazh Muslim)
3. Bayan At-Tasri’
Yang
dimaksud dengan bayan At-Tasri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau
ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur’an atau dalam Al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokoknya saja. Bayan ini disebut juga dengan zaid ‘ala al-kitab
al-karim. Hadis Rasulallah SAW dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li
maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai
persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Ia berusaha
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak
diketahuinya, dengan menunjukan bimbingan dan menjelaskan duduk persoalannya.
Hadis-hadis
Rasulallah SAW. yang termasuk ke dalam kelompok ini, diantaranya hadis tentang
masalah perkawinan (nikah). Allah menghalalkan persetubuhan dengan jalan nikah,
dan mengharamkan lantaran zina. Maka bagaimanakah persetubuhan itu terjadi
sesudah nikah yang menyalahi syarat? Maka Rasulallah bersabda:
اَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ
بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَحُهَا
باَطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا
فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَ
مِنْهَا
(رواه ابوا داود
والترمذى)
Siapa saja
yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal, maka kalau sudah terjadi
persetubuhan dengannya maka dia berhak menerima mahar lantaran persetujuan itu.
(HR. Abu Daud dan At-Turmuzi)
Rasulallah
melarang perkawinan antara laki-laki dengan perempuan yang sepersusuan, karena
mereka dianggap senasab, dengan sabdanya:
إِنَّ اللهَ حَرَمَ
مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا حَرَمَ مِنَ
النَّسَبِ (متفق
عليه)
Sesungguhnya
Allah mengharamkan pernikahan karena sepersusuan sebagaimana halnya Allah telah
mengharamkan karena senasab.(Mutafaq’alaih).
4. Bayan Nasakh
Ketiga bayan yang pertama yang
telah diuraikan di atas disepakati oleh para ulama, meskipun untuk bayan yang
ketiga ada sedikit perbedaan yang terutama menyangkut definisinya saja.
Untuk bayan jenis keempat ini, terjadi
perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi
hadis sebagai nasikh terhadap sebagian hukum
Al-Qur’an dan ada juga yang menolaknya.
Kata nasakh secara bahasa berarti
ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan), dan taghyir
(mengubah). Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini banyak yang melalui
pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam
menta’rifkan. Termasuk perbedaan pendapat antara ulama mutaakhirin dengan ulama
mutaqadimin. Menurut pendapat yang dipegang dari ulamamutaqadimin bahwa
terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum
(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa berlakunya serta tidak
bisa diamalkan lagi, dan syari’ (pembuat syari’at) menurunkan ayat tersebut
tidak diberlakukan untuk selama-lamanya.
Jadi, intinya ketentuan yang datang
kemudian tersebut menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang
terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya.
Salah satu
contoh yang biasa diajukan oleh para ulama ialah hadis yang berbunyi:
لاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
Tidak ada
wasiat bagi ahli waris.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa Hadis merupakan sesuatu
yang disandarkan kepada Rasulullah Saw, baik perkataan perbuatan ataupun
keputusan-keputusan beliau. Ada beberapa istilah yang sering disinonimkan
dengan pengertian Hadis. Yaitu Sunnah (kebiasaan) atau tradisi pada masa Nabi
SAW, Khabar (berita) yang bersumber dari Nabi SAW dan para sahabat.
Antara Alquran dan Hadis mempunyai hubungan
yang sangat penting sebagai sumber hukum Islam. Alquran yang merupakan
kalamullah yang diturunkan kepada Nabi SAW mengandung ayat-ayat yang
berhubungan dengan aqidah dan syariat dan membutuhkan penjelasan yang terdapat
dalam Hadis.
2. Saran
Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan pertolongan Allah dan bantuan teman-teman.
semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya. Namun walaupun makalah ini selesai tentulah masih banyak kekurangan
hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, oleh
karena itu kritik dan saran yang mengarah kepada perbaikan isi makalah ini
sangat penulis harapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ranuwijaya,Utang, Ilmu Hadis, cet. 3, Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1998.
Shiddieqy,
T. M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
cet.5, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010.
Sulaiman
PL, M.Noor, Antologi Ilmu Hadits, cet.1, Jakarta: Gaung
Persada Press, 2008.
Wahid, Ramli Abdul, Studi Ilmu Hadis, Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2005.
Yuslem,
Nawir, Ulumul Hadis, Jakarta: PT.Mutiara
Sumber Widya, 2001.
Zabidi,
Imam, Ringkasan Shahih al-Bukhari, terj. Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis
cet. 2, Bandung: Mizan, 2009.
http://irhamni-za.blogspot.com/2010/11/hubungan-hadits-dengan-al-quran-oleh.htmldiakses
pada tanggal 05-12-2012.
Yuslem,
Nawir. Ulumul Hadis. (Jakarta: PT.
Mutiara Sumber Widya, 1998)
Al-Farisi
Rudi Arlan, Hubungan Hadits dengan Al-Qur’an, , 06 Mei 2009
Shihab
Quraish, Hubungan Hadis dan Al-Quran, 06 December 2009
Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, cet. 4, Jakarta:
Amzah, 2010. Hal. 25
Zabidi,
Imam, Ringkasan Shahih al-Bukhari, terj. Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis
cet. 2, Bandung: Mizan, 2009, Hal. 11
Ramli Abdul
Wahid, Studi Ilmu Hadis, h. 46.
Nawir
Yuslem, Ulumul Hadis, h, 74.
Ibid, h, 75.
T.M. Hasbi
ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, h. 138-140.
0 Response to "Hubungan Al-Qur’an Dan Hadis"
Post a Comment